Halal dan haram, ketika kita mendengar dua kata ini
maka yang terlintas dipikiran kita adalah apa yang boleh dan tidak boleh.
Kemudian mungkin kita akan memikirkan terkait makanan dan minuman yang kita
konsumsi. Islam merupakan agama yang sempurna dan universal sehingga segala
sesuatu diatur dan diberi pedoman serta petunjuk oleh islam melalui Al-Quran
dan sunnah nabi Muhammad SAW. Begitu pula terkait halal dan haram, konsep halal
haram dalam islam sederhana yaitu asal sesuatu adalah mubah (boleh) kecuali ada dalil yang mengharamkan sehingga memang
islam adalah agama yang rahmat dan diturunkan bukan untuk menjadi beban.
Terkait hubungan antara halal dan haram terdapat suatu hadits Muttafaq alaihi
yang berbunyi bahwa yang halal sudah jelas yang haram sudah jelas dan diantara
halal haram terdapat syubhat. Berdasarkan
hadist ini memang ada potensi syubhat
ketika membahas apa yang ada diantara halal dan haram dan ini memunculkan
adanya kompleksitas permasalahan sehingga membutuhkan solusi agar umat muslim
tidak terjebak dalam keragu-raguan dan dapat menjalankan agama islam dengan
tenang dan penuh keberkahan.
Perkembangan teknologi yang semakin canggih yang diiringi dengan perilaku manusia yang semakin beragam dan seringkali tidak sesuai dengan aturan islam menimbulkan potensi kompleksitas hubungan antara halal dan haram. Sebagai contoh adalah adanya penggunaan senyawa-senyawa derivat lemak, enzim, gelatin, kolagen, karbon aktif, pemanfaatan bulu yang berasal dari zat yang haram, dan penggunaan khamr sebagai bahan makanan. Selain itu proses penyembelihan hewan yang tidak sesuai dengan aturan islam juga akan menyebabkan daging menjadi haram. Potensi-potensi permasalahan ini secara langsung maupun tidak langsung pasti akan berdampak pada umat muslim yang jumlahnya cukup besar di seluruh dunia.
Berdasarkan pertimbangan dan
rasionalisasi bahwa permasalahan ini dihadapi seluruh umat muslim terlebih lagi
bagi mereka yang tinggal di negara tertentu sebagai minoritas maka jaminan atas
kehalalan suatu produk adalah sangat penting melalui sertifikasi tertentu yang
sesuai dengan norma serta ajaran islam. Dengan adanya lembaga resmi yang berwewenang
dalam menjamin halalnya suatu produk maka permasalahan syubhat atau keragu-raguan bisa diminimalisir bahkan dihilangkan. Indonesia
sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di seluruh dunia memiliki
perjalanan yang panjang terkait sertifikasi halal. Berawal dari seorang
peneliti dari Universitas Brawijaya Ir. Tri Susanto, M.App.Sc yang menemukan
adanya kandungan babi pada sejumlah produk makanan, kemudian muncul inisiatif dari MUI (Majelis Ulama
Indonesia) untuk menginisiasi sertifikasi halal pada produk makanan dan
minuman. Akhirnya pada tanggal 21 Juni 1996 ditandatangani piagam kerjasama
antara Departemen Kesehatan, Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia.
Industri halal kini semakin
berkembang seiring dengan bertumbuhnya kesadaran umat muslim dalam menjalankan
hidup sesuai dengan tuntunan agama. Selain itu jumlah umat muslim yang semakin
besar merupakan potensi yang sangat menjanjikan bagi perkembangan ekonomi.
Banyak negara-negara di dunia baik negara dengan basis muslim maupun non muslim
berlomba-lomba untuk mengembangkan industri halal sebagai salah satu sumber
potensi perekonomian. Berdasarkan data dari Global
Islamic Economy Report 2019/2020 pada tahun 2024 diperkirakan peluang
ekonomi halal pada sektor makanan, farmasi, dan kosmetik secara berturut-turut
mencapai nilai 1,972 Triliun USD, 134 Miliar USD, dan 95 Miliar USD. Nilai ini
meningkat 44% untuk sektor makanan, 46% pada sektor farmasi, dan 48% pada
sektor kosmetik jika dibandingkan dengan nilai ekonomi pada tahun 2018. Potensi
lain dari industri halal tidak hanya terbatas pada tiga sektor ini tetapi juga
pada sektor pariwisata, keuangan, fashion, dan travel.
Indonesia
sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia memiliki peluang yang
sangat besar bagi pengembangan industri halal, bukan hanya sebagai obyek pasar
namun juga sebagai pelaku industri. Salah kunci untuk mengembangkan industri
halal di Indonesia adalah terjaminnya kehalalan suatu produk dengan adanya
jaminan atau sertifikasi dari lembaga yang berwenang. Dengan adanya sertifikasi
maka produk-produk halal yang dihasilkan dapat dipasarkan ke umat muslim di
seluruh dunia. Sejak terbentuknya sertifikasi halal pada 21 Juni 1996 telah
terjadi berbagai perkembangan aturan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2014 menyatakan bahwa Jaminan Produk Halal (JPH) bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan
kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan
menggunakan produk serta meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk
memproduksi dan menjual produk halal. Berdasarkan UU ini produk yang masuk, beredar,
dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal baik
sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang di Indonesia maupun
Lembaga luar negeri yang sudah memiliki kerjasama.
Peraturan-peraturan
lainnya juga dibentuk sebagai landasan lanjutan terkait Jaminan Produk Halal
(JPH) diantaranya PP No 31 Tahun 2019 terkait peraturan pelaksanaan UU No 33 tahun 2014
Jaminan Produk Halal, PMA No 26 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan Jaminan
Produk Halal, KMA No 982 Tahun 2019 tentang diskresi layanan sertifikat halal kepada LPH/LPPOM
MUI, dan KMA No 464 Tahun 2020 tentang jenis produk yang wajib bersertifikat halal. Berdasarkan aturan-aturan
ini maka Indonesia telah memasuki era baru tentang JPH (Jaminan Produk Halal).
Sertifikasi halal yang awalnya bersifat sukarela dan di selenggarakan oleh
LPPOM MUI kini sifatnya menjadi mandatory atau kewajiban bagi para pelaku
usaha. Selain itu untuk menunjang proses sertifikasi yang efektif dan efisien
maka pemerintah telah membentuk BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal)
dan LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang kemudian saling bersinergi dan bekerja
sama dengan MUI dalam memfasilitasi jaminan produk halal di Indonesia. Hal ini
menjunjukkan keseriusan serta perhatian pemerintah terhadap perkembangan
industri halal di Indonesia. Permasalahan kehalalan suatu produk kini menjadi
tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Selain itu visi dari
jaminan produk halal ini bersifat lebih universal karena bukan hanya mencakup
kepentingan pribadi umat muslim di Indonesia saja tetapi juga terkait dengan
kemaslahatan bagi umat muslim di seluruh dunia.
Harapan
besar bagi perkembangan industri halal di Indonesia adalah dengan adanya
Jaminan Produk Halal ini dapat dijadikan sebagai kunci untuk menembus pagar
perbatasan perdagangan produk halal di dunia, selain tujuan utamanya dalam
menyediakan dan memfasilitasi kepentingan umat dalam memenuhi kebutuhan akan
produk konsumsi yang halal dan baik sesuai dengan aturan islam serta memenuhi
standar kesehatan. Indonesia memiliki potensi melalui banyaknya UMKM (Usaha
Mikro Kecil Menengah) dan industri kreatif yang semakin berkembang yang dapat
dijadikan amunisi bagi perkembangan perekonomian yang dapat bersaing secara
global. Indonesia harus mampu memanfaatkan keunikan budaya serta nilai-nilai
persatuan yang dimiliki dalam membangun perekonomian yang berkeadilan sosial
serta sesuai dengan nilai- nilai agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar