Rabu, 11 November 2020

Implementasi Sertifikasi Halal di Era Adaptasi Kebiasaan Baru

 

Halal dan haram, ketika kita mendengar dua kata ini maka yang terlintas dipikiran kita adalah apa yang boleh dan tidak boleh. Kemudian mungkin kita akan memikirkan terkait makanan dan minuman yang kita konsumsi. Islam merupakan agama yang sempurna dan universal sehingga segala sesuatu diatur dan diberi pedoman serta petunjuk oleh islam melalui Al-Quran dan sunnah nabi Muhammad SAW. Begitu pula terkait halal dan haram, konsep halal haram dalam islam sederhana yaitu asal sesuatu adalah mubah (boleh) kecuali ada dalil yang mengharamkan sehingga memang islam adalah agama yang rahmat dan diturunkan bukan untuk menjadi beban. Terkait hubungan antara halal dan haram terdapat suatu hadits Muttafaq alaihi yang berbunyi bahwa yang halal sudah jelas yang haram sudah jelas dan diantara halal haram terdapat syubhat. Berdasarkan hadist ini memang ada potensi syubhat ketika membahas apa yang ada diantara halal dan haram dan ini memunculkan adanya kompleksitas permasalahan sehingga membutuhkan solusi agar umat muslim tidak terjebak dalam keragu-raguan dan dapat menjalankan agama islam dengan tenang dan penuh keberkahan.

            Perkembangan teknologi yang semakin canggih yang diiringi dengan perilaku manusia yang semakin beragam dan seringkali tidak sesuai dengan aturan islam menimbulkan potensi kompleksitas hubungan antara halal dan haram. Sebagai contoh adalah adanya penggunaan senyawa-senyawa derivat lemak, enzim, gelatin, kolagen, karbon aktif, pemanfaatan bulu yang berasal dari zat yang haram, dan penggunaan khamr sebagai bahan makanan. Selain itu proses penyembelihan hewan yang tidak sesuai dengan aturan islam juga akan menyebabkan daging menjadi haram. Potensi-potensi permasalahan ini secara langsung maupun tidak langsung pasti akan berdampak pada umat muslim yang jumlahnya cukup besar di seluruh dunia.

Berdasarkan pertimbangan dan rasionalisasi bahwa permasalahan ini dihadapi seluruh umat muslim terlebih lagi bagi mereka yang tinggal di negara tertentu sebagai minoritas maka jaminan atas kehalalan suatu produk adalah sangat penting melalui sertifikasi tertentu yang sesuai dengan norma serta ajaran islam. Dengan adanya lembaga resmi yang berwewenang dalam menjamin halalnya suatu produk maka permasalahan syubhat atau keragu-raguan bisa diminimalisir bahkan dihilangkan. Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di seluruh dunia memiliki perjalanan yang panjang terkait sertifikasi halal. Berawal dari seorang peneliti dari Universitas Brawijaya Ir. Tri Susanto, M.App.Sc yang menemukan adanya kandungan babi pada sejumlah produk makanan, kemudian  muncul inisiatif dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) untuk menginisiasi sertifikasi halal pada produk makanan dan minuman. Akhirnya pada tanggal 21 Juni 1996 ditandatangani piagam kerjasama antara Departemen Kesehatan, Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia.

Industri halal kini semakin berkembang seiring dengan bertumbuhnya kesadaran umat muslim dalam menjalankan hidup sesuai dengan tuntunan agama. Selain itu jumlah umat muslim yang semakin besar merupakan potensi yang sangat menjanjikan bagi perkembangan ekonomi. Banyak negara-negara di dunia baik negara dengan basis muslim maupun non muslim berlomba-lomba untuk mengembangkan industri halal sebagai salah satu sumber potensi perekonomian. Berdasarkan data dari Global Islamic Economy Report 2019/2020 pada tahun 2024 diperkirakan peluang ekonomi halal pada sektor makanan, farmasi, dan kosmetik secara berturut-turut mencapai nilai 1,972 Triliun USD, 134 Miliar USD, dan 95 Miliar USD. Nilai ini meningkat 44% untuk sektor makanan, 46% pada sektor farmasi, dan 48% pada sektor kosmetik jika dibandingkan dengan nilai ekonomi pada tahun 2018. Potensi lain dari industri halal tidak hanya terbatas pada tiga sektor ini tetapi juga pada sektor pariwisata, keuangan, fashion, dan travel.

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia memiliki peluang yang sangat besar bagi pengembangan industri halal, bukan hanya sebagai obyek pasar namun juga sebagai pelaku industri. Salah kunci untuk mengembangkan industri halal di Indonesia adalah terjaminnya kehalalan suatu produk dengan adanya jaminan atau sertifikasi dari lembaga yang berwenang. Dengan adanya sertifikasi maka produk-produk halal yang dihasilkan dapat dipasarkan ke umat muslim di seluruh dunia. Sejak terbentuknya sertifikasi halal pada 21 Juni 1996 telah terjadi berbagai perkembangan aturan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 menyatakan bahwa Jaminan Produk Halal (JPH) bertujuan  untuk memberikan  kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk serta meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.  Berdasarkan UU ini produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal baik sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang di Indonesia maupun Lembaga luar negeri yang sudah memiliki kerjasama.

Peraturan-peraturan lainnya juga dibentuk sebagai landasan lanjutan terkait Jaminan Produk Halal (JPH) diantaranya PP No 31 Tahun 2019 terkait peraturan pelaksanaan UU No 33 tahun 2014 Jaminan Produk Halal, PMA No 26 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan Jaminan Produk Halal, KMA No 982 Tahun 2019 tentang diskresi layanan sertifikat halal kepada LPH/LPPOM MUI, dan KMA No 464 Tahun 2020 tentang jenis produk yang wajib bersertifikat halal. Berdasarkan aturan-aturan ini maka Indonesia telah memasuki era baru tentang JPH (Jaminan Produk Halal). Sertifikasi halal yang awalnya bersifat sukarela dan di selenggarakan oleh LPPOM MUI kini sifatnya menjadi mandatory atau kewajiban bagi para pelaku usaha. Selain itu untuk menunjang proses sertifikasi yang efektif dan efisien maka pemerintah telah membentuk BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) dan LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang kemudian saling bersinergi dan bekerja sama dengan MUI dalam memfasilitasi jaminan produk halal di Indonesia. Hal ini menjunjukkan keseriusan serta perhatian pemerintah terhadap perkembangan industri halal di Indonesia. Permasalahan kehalalan suatu produk kini menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Selain itu visi dari jaminan produk halal ini bersifat lebih universal karena bukan hanya mencakup kepentingan pribadi umat muslim di Indonesia saja tetapi juga terkait dengan kemaslahatan bagi umat muslim di seluruh dunia.

Harapan besar bagi perkembangan industri halal di Indonesia adalah dengan adanya Jaminan Produk Halal ini dapat dijadikan sebagai kunci untuk menembus pagar perbatasan perdagangan produk halal di dunia, selain tujuan utamanya dalam menyediakan dan memfasilitasi kepentingan umat dalam memenuhi kebutuhan akan produk konsumsi yang halal dan baik sesuai dengan aturan islam serta memenuhi standar kesehatan. Indonesia memiliki potensi melalui banyaknya UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan industri kreatif yang semakin berkembang yang dapat dijadikan amunisi bagi perkembangan perekonomian yang dapat bersaing secara global. Indonesia harus mampu memanfaatkan keunikan budaya serta nilai-nilai persatuan yang dimiliki dalam membangun perekonomian yang berkeadilan sosial serta sesuai dengan nilai- nilai agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar